Kupu-kupu kehujanan

No Comments
Terasa  sangat lama tidak kusentuh blog ini, lekukan disetiap sudutnya bahkan hampir hilang dari ingatan, kesibukan pekerjaan dan menjadi dewasa, membuatku sedikit berpikir tentang masa depan, tapi aku rindu. Setiap sentuhan pada tombol keyboard laptopku yang berubah menjadi separagraf kalimat tidak penting sebetulnya, hanya  ingin saja.

Mulai ku raba lagi dia, ku telurusi setiap lekuk tubuhnya, beradu rindu lama tak bertemu, bersama bercerita tentang hari itu, saat malam sore jam 5 mungkin, laju sepeda motorku aku hentikan disebuah halte yang lumayan sepi, heran kenapa di sore yang hujan seperti ini tidak ada orang yang berteduh. Aku, seorang ibu dengan jilbab panjang berwarna abu-abu bersama anaknya, mbak-mbak dengan baju indomaret, dan seorang wanita berpakaian minim yang lumayan seksi menurutku, hanya saja bedaknya mulai luntur tersapu hujan, lipstik yang seperti sudah minta dipoles. Kedinginan, dia memeluk tubuhnya. Dia siapa? sore-sore begini ditengah hujan yang semakin deras, dia berpakaian seperti itu. Ibu dan anaknya pergi, mereka menunggu sang ayah yang datang dengan sedan hitam. Teriak sang anak ketika melihat mobil itu berhenti “ayah…”.

Tinggal aku, mbak indomaret dan wanita berbaju hitam lengan pendek, dengan outer senada, 15 menit berlalu sejak aku tiba. Mbak indomaret seperti menyerah dan memiih menorobos hujan yang sudah deras. Kenapa tidak dari tadi mbak, baru jalan 5 menit paling kuyup yang kau dapat. Wanita berbaju hitam itu semakin kedinginan, wajar saja dengan pakaian seperti itu dicuaca seperti ini. Berulang kali dia melihat handphonenya, menunggu jemputan pikirku, teman atau bahkan pacarnya, hendak pergi mungkin. Menilai dari pakaian dan dandanannya, tidak mungkin dipakai cuma untuk menikmati hujan senja di halte sepi.


“jualan?” tanya seorang bapak dari jendela sebuah mobil mewah berwarna putih.
“oh enggak pak, coba warung didepan” jawabku sambil menunjuk sebuah warung pinggir jalan.

Karna heran, tidak ada yang berjualan disini, barang dagangan pun tidak ada, hanya halte kosong yang ditunggui dua manusia saling canggung tanpa menyapa.


“500 sama kamar”  wanita berbaju hitam itu akhirnya bicara, suaranya sedikit parau.
“ayok” saut bapak kemeja batik dari dalam mobil.

Wanita itu berjalan menghampiri, hampir terpeleset saat baru berdiri, jelas saja kelamaan duduk ditengah udara dingin dengan baju minim seperti itu, bahkan kalau terjatuh aku tak heran. Sekarang aku sendiri, ditemani hujan, lampu lalu lintas yang berubah warna bergantian, sudah mulai gelap, bias cahaya lampu jalan yang berpadu dengan hujan, entah kenapa jadi indah menurutku. Sebenarnya apa pekerjaan wanita itu? tidak ingin ku pikirkan tapi terus melintas dan lama hilang, apa dia! Sepertinya.

Hujan mulai reda, tak ingin ketinggalan momentum, segera kuhidupkan dan ku gas sepeda motorku yang seperti sudah minta diservis, sudah 2 bulan kubiarkan mesin motorku digenangin oli yang sama belum ku ganti. Sebelum jam 6 aku tiba dirumah, hasil menerobos dua lampu merah, sepi makanya aku berani. Ku ganti pakaian ku dan segera ku kalungi leherku dengan handuk, handuk pink yang kata pacarku aku cocok memakainya, mandi kubasahi kepalaku, sebelum demam menyapa, selesai dan sudah berpakaian aku duduk di kamar, depan jendela dan menghadap rumah tetangga depan rumahku. Sepertinya dia punya tanaman baru, Bunga apa juga aku tak tau namanya, berwarna kuning dan sedang dihinggapi kupu-kupu, hujan kembali turun, belum deras, hanya rintik, kupu-kupu itu tidak sadar mungkin, dia masih bertengger di kelopak yang mulai berayun terkena hujan dan angin. Begitu susah demi makanan, sampai nyawamu jadi taruhan. Apa kau punya anak? Mereka yang ingin kau besarkan, sampai hujan pun kau hadapi, demi nektar yang tak seberapa tapi bagimu berarti.

0 comments

Post a Comment