Dimensi Paralel

No Comments
Aku kira semua selesai seiring euphoria tanggal 31 berakhir. Perasaanku, keinginan memilikimu, pertemanan yang sangat aku junjung tinggi, senyum pertama, dan tatap mata itu, hingga jarak yang memisahkan walaupun jadi. Percuma, aku yang tidak percaya mitos cinta pada pandangan pertama, seperti mendapat karma. Senyum pertama saat engkau keluar dan menatapku ditengah rintik konsisten yang tak kunjung deras tapi juga enggan reda, dua bola mata indah yang melihatku sinis penuh tanya “siapa dia?”. Aku suka caramu bicara, saat bibirmu bertabrakan mengucap kata, rambutmu yang terbungkus jilbab cokelat milo, ditambah lampu remang karna gelap malam. Dapat kubayangkan apa yang ada didalamnya, rambut panjang, hitam, lurus seperti tercetak jelas dibalik malam gelap dan jauh jarak kita berpandangan, jujur saja dengan mata, kau ku telanjangi saat itu.

Perlahan tapi pasti dari ujung kepala, aku berhenti sebelum menyentuh perutmu, aku tidak berani meneruskannya, dosa, aku juga takut benar-benar jatuh cinta jika engkau tidak segera keluar dan terus menerus memenuhi isi kepalaku.

Dan entah kenapa aku berharap pada salah satu scene drama yang sedang aku tonton beberapa hari ini, dimana seorang pria mengharapkan seorang wanita yang tak mampu dia miliki dan ia berharap bahwa dimensi paralel benar-benar ada, dimensi dimana diri kita yang lain sedang melakukan hal berbeda. Sepertinya kita sedang bersama disana, bergandengan, perlahan kepala kita berdekatan, napasmu mulai terasa bahkan terdengar, maaf, aku gila hanya karna senyumanmu.

Segeralah pulang Intan, jangan lama-lama dikota ini, atau kau tak ku ijinkan kembali. Bilang bohong kalau kau tak percaya kau akan ku miliki, senyum dari bibir itu, kau kira akan ku ijinkan orang lain menikmatinya, sudah kubayangkan soreku dengan secangkir teh, karna aku tak suka kopi duduk bersebelahan denganmu mengawasi si kecil penerus kita berlari mengejar bayangannya sendiri, indah bukan? Jangan kau ikut membayangi, pulanglah segera, tempatmu bukan disini.

Ternyata apa yang ku kira bencana bila kita terus bertemu, dan titik aman ku adalah saat kita jauh, aku coba mendekati beberapa wanita untuk menghilangkan penasaran ku, tapi sial kita seperti ditakdirkan tidak untuk berjauhan, ada saja perihal kecil yang membuat jumpa, kumpul malam minggu bersama teman lama, atau saat aku yang tak bisa menatapmu ketika meminjamkan harddisk berisi foto-foto saat kita tamasya. Kau cukup berani hampir dua minggu di kota ini, jangan salahkan aku bila merubah pemikiran dan mengejarmu, toh karna kenakalanmu sendiri yang tidak peduli pada perkataanku.

Oh Intan malam ini bulan bersinar lebih redup dari biasanya, gemerlap bintang coba mengambil alih menunjukkan kemampuannya, aku kerja dulu ya, shift malam kadang membuat aku gila, karna tidak tidur, dan bayangmu yang selalu hadir disetiap kedipan mata, aku mau memberitahumu sebuah rahasia! Ingin dengar? Tapi janji hanya kita saja! Begini rahasianya; kau akan jadi pacarku! Percaya saja.

0 comments

Post a Comment